Beranda | Artikel
Menukar Nikmat dengan Kekafiran
Rabu, 21 Maret 2018

Bismillah.

Agama Islam adalah nikmat dari Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.” (al-Maa-idah : 3)

Sebagaimana diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nikmat agung bagi umat manusia dari Rabb penguasa alam semesta. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah memberikan nikmat bagi orang-orang beriman; ketika Allah utus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah, padahal sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (Ali ‘Imran : 164)

Hidayah dari Allah berupa agama Islam merupakan kunci kebahagiaan hidup setiap insan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

Nikmat iman dan amal salih yang diajarkan dalam Islam merupakan sebab utama untuk mencapai kenikmatan agung dan keselamatan hidup. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)

Islam datang dengan membawa kunci-kunci keberuntungan bagi mereka yang serius mencari keridhaan Allah dan mengharap ampunan dan rahmat-Nya. Kunci keberuntungan itu adalah ilmu, amal, dakwah, dan sabar. Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3)

Keberuntungan yang dijanjikan adalah kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Bahagia di dunia dengan zikir dan syukur kepada Allah, sedangkan kebahagiaan hidup di akhirat dengan masuk surga dan memandang wajah Allah tabaraka wa ta’ala. Allah berfirman (yang artinya), “Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan diberi surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (al-Baqarah : 25)

Kabahagiaan hidup dengan zikir dan syukur itu hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memegang-teguh Islam dan mencampakkan agama-agama kekafiran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan bisa merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)

Hidup secara jasmani tanpa siraman zikir laksana bangkai yang berjalan tanpa ruh dan kehidupan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang senantiasa mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)

Hidup secara jasmani tanpa iman dan tauhid seperti bangunan yang ditegakkan di pinggir jurang yang longsor dan siap hancur berkeping-keping. Allah berfirman (yang artinya), “Apakah orang yang membangun pondasi bangunannya di atas takwa kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya itukah yang lebih baik, ataukah orang yang membangun pondasi bangunannya di tepi jurang yang miring lalu runtuh bersamanya ke dalam neraka Jahannam.” (at-Taubah : 109)

Hidup tanpa keikhlasan dan pengabdian kepada Allah adalah hidup yang sia-sia seperti debu-debu yang beterbangan dan tidak dipedulikan manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang telah mereka kerjakan lantas Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Itulah keadaan para pemuja berhala dan sesembahan tandingan bagi Allah. Terjebak dan terseret dalam arus kehinaan dan penyesalan. Mengerahkan segala daya dan kekuatan hanya untuk membuat puas dan ridha Iblis dan bala tentaranya. Seperti yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim :

Mereka lari dari penghambaan yang menjadi tujuan penciptaan

Akhirnya mereka terjebak dalam perbudakan kepada nafsu dan setan

Itulah keadaan banyak manusia yang lalai dari ketaatan. Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Orang-orang yang malang dari penduduk dunia, mereka keluar darinya dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang terbaik di dalamnya.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Yahya, apakah yang paling baik di dunia itu?” beliau menjawab, “Mengenal Allah ‘azza wa jalla.” 

Apabila mengenal Allah merupakan sebuah kenikmatan terindah bagi hamba tentu kebodohan tentang-Nya dan kelalaian dari ibadah kepada-Nya merupakan sumber kesengsaraan. Sebuah kesengsaraan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata atau diungkapkan dengan berjilid-jilid buku dan laporan pertanggungjawaban. Sebuah kesengsaraan yang terekam dalam gulungan catatan amal yang dijaga oleh para malaikat dan disimpan untuk dihadirkan kelak pada hari penghitungan dan penimbangan amal. Betapa celakanya seorang hamba yang menyadari bahwa dosanya begitu banyak sementara taubat dan istighfar seolah sirna dari hati dan kehidupannya!!

Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu mengatakan, “Seandainya hati kita ini bersih niscaya dia tidak akan pernah merasa kenyang menikmati kalam Rabb kita.”

Sebagian salaf berkata, “Apabila seorang telah mengenali kadar dirinya (hawa nafsu dan dosa) niscaya dirinya itu bisa jadi jauh lebih hina daripada seekor anjing.” 

Betapa menyedihkan keadaan orang-orang yang rela mengabdi kepada Iblis dan bala tentaranya, tunduk menghamba kepada selain Allah dan meninggalkan kesejukan tauhid dan iman. Karena mereka tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)  

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (al-Maa-idah : 72)

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah Kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira bahwasanya mereka telah berbuat kebaikan dengan sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104)

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk menjadi hamba yang ikhlas dan mengabdi kepada Allah dengan hati dan amal perbuatan kita. Dan semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan-kesalahan kita. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.

Semoga salawat dan salam terlimpah kepada nabi kita Muhammad, para keluarganya, segenap sahabatnya dan pengikut setia mereka. Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.

Yogyakarta, Rajab 1439 H

Redaksi al-mubarok.com


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/menukar-nikmat-dengan-kekafiran/